Delegasi Indonesia yang dipimpin Deputi Hukum dan Kerja Sama BNN RI, Drs. Agus Irianto, S.H., M.Si., M.H., Ph.D., didampingi Kepala BNN Provinsi Kalimantan Tengah, Dr. Joko Setiono, S.H., S.IK., M.Hum., Kepala BNN Provinsi Nusa Tenggara Timur, Riki Yanuarfi, S.H., M.Si., Kabid Pemberantasan dan Intelijen, Dr. Agustiyanto, S.H., M.Si., Kasubdit Kerja Sama Regional dan Internasional, Diani Indramaya, S.Pd., M.Si., beserta perwakilan dari Watapri Wina dan Dit. KIPS Kementerian Luar Negeri melangsungkan pertemuan bilateral dengan Delegasi Kirgistan yang dipimpin oleh Mr. Ulanbek Sultanov, Head of the Drug Trafficking Control Service of the Ministry of Internal Affairs of the Kyrgyz Republic, di sela-sela Sidang CND ke-67, Rabu (20/3).
Bertempat di Ruang MOE19, Vienna Internasional Center, kedua pihak membahas mengenai situasi peredaran dan penyalahgunaan narkotika di negara masing-masing. Dalam pertemuan tersebut Delegasi Kirgistan menyampaikan maraknya narcotic plant-based yaitu cannabis dan ephedra di negaranya. Narkotika jenis tanaman tersebut diketahui berasal dari wilayah Kirgistan yang merupakan bagian dari Golden Crescent.
Dengan populasi tujuh juta orang, permasalahan narkotika yang dihadapi Kirgistan pun tidaklah sederhana. Kondisi geografis pegunungan, membuat cannabis dapat tumbuh dengan subur di negara yang dijuluki Swiss Asia tersebut. Perkembangan teknologi informasi dan kemudahan akses internet juga turut menjadi faktor pendorong meningkatnya kejahatan narkotika secara online dengan menggunakan cryptocurrency di sana.
Menghadapi berbagai permasalahan tersebut Kirgistan pun telah membangun sejumlah kerja sama di tingkat internasional. Salah satunya yaitu kerja sama antara Ministry of Internal Affairs of the Kyrgyz Republic dan UNODC dalam memonitoring jalur peredaran gelap narkotika melalui drone.
Tak jauh berbeda dengan Kirgistan, permasalahan narkotika di Indonesia juga cukup kompleks. Delegasi Indonesia dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa Indonesia tidak hanya menghadapi ancaman narkotika seperti cannabis dan methamphetamine sebagai jenis narkotika yang paling banyak digunakan, tetapi juga masuknya New Psychoactive Substances (NPS). Saat ini sejumlah 91 NPS telah diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan, sementara 3 jenis lainnya masih belum masuk dalam regulasi.
Luasnya wilayah Indonesia, khususnya laut menjadi tantangan tersendiri dalam pengawasan peredaran gelap narkotika. Secara geografis, Indonesia berbatasan dengan tiga belas negara, dimana tiga negara memiliki perbatasan darat dan sepuluh negara lainnya berbatasan pada laut. Sejumlah narkotika jenis methamphetamine yang berasal dari Golden Triangle maupun prekursor asal Cina dan India juga diketahui masuk melalui jalur laut.
Melihat kondisi permasalahan narkotika di kedua negara, Indonesia dan Kirgistan pun sepakat untuk terus melakukan kerja sama bilateral dan saling memberikan dukungan baik pada forum regional maupun internasional. Keduanya juga memiliki rencana berkolaborasi dalam capacity building masing-masing officials, penyusunan regulasi penggunaan drone oleh private sektor, serta kemungkinan pengembangan sistem teknologi inovasi, khususnya penggunaan drone dalam memonitor jalur peredaran gelap narkotika.
#indonesiabersinar
#indonesiadrugfree
BIRO HUMAS DAN PROTOKOL BNN RI