Skip to main content
Berita Utama

Penegak Hukum Harus Perdalam Pemahaman Adiksi Narkoba

Oleh 13 Mar 2014Agustus 2nd, 2019Tidak ada komentar
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba 

Para penegak hukum dan masyarakat penting untuk memahami adiksi narkoba, utamanya para hakim yang seringkali memutus perkara penyalahgunaan narkoba. Data menyebutkan, 3.402 orang masuk bui setelah divonis hakim dengan pasal tunggal yaitu pasal 127 UU No.35/2009, sebuah pasal yang idealnya menempatkan penyalah guna menjalani rehabilitasi. Penjatuhan vonis penjara atau rehabilitasi memang sulit untuk dinilai dengan parameter benar atau salah. Hakim memiliki pandangan dan pertimbangan sendiri sesuai dengan pemahaman masing-masing. Ketua Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki mengungkapkan pihaknya tidak bisa menilai apakah putusan penjara terhadap penyalah guna narkoba itu benar atau salah, karena di kalangan hakim, masalah ini masih jadi perdebatan. Karena itulah, para hakim penting untuk lebih mendalami masalah adiksi narkoba, sehingga putusan yang dihasilkan itu adil dan ideal terhadap para penyalah guna narkoba, ujar Ketua KY, saat menjadi pembicara dalam kegiatan diskusi terarah yang digelar Direktorat Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah BNN, di Gedung KY, Rabu (12/3). Suparman membeberkan, fakta yang dihadapi saat ini oleh para hakim memang cukup kompleks. Dengan jumlah yang terbatas, mereka harus mengadili banyak kasus, dari kasus yang tidak masuk akal hingga masalah besar yang menunggu ketok palu. Karena keterbatasan waktu dan pemahaman, terkadang seorang hakim memiliki formulasi yang sama dalam memvonis satu kasus dengan kasus lainnya. Hal ini tentunya harus segera dibenahi, terkait penanganan kasus narkoba, maka kami rekomendasikan agar BNN, MA, dan KY duduk bersama untuk membahas permasalahan putusan ideal untuk penyalah guna narkoba, tandas pria yang produktif menulis buku. Sementara itu, Slamet Pribadi, seorang penyidik di BNN mengungkapkan, sulitnya penyalah guna mendapatkan rehabilitasi karena dari hulu ke hilir (penyidikan hingga pengadilan) belum satu suara. Seperti diulas oleh salah seorang anggota Propam Mabes Polri, ketika seorang penyidik menerapkan kebijakan untuk menempatkan seorang tersangka pengguna narkoba itu ke panti rehabilitasi, maka hal ini masih dianggap melanggar kode etik, karena melakukan hal yang di luar aturan. Hal seperti ini menjadi salah satu dari banyak persoalan yang sering terjadi dalam sistem hukum. Namun ke depan, masalah-masalah seperti ini seharusnya akan teratasi karena Peraturan Bersama antara MA, Kemenkumham, Kejaksaan, Kepolisian, BNN, Kemenkes dan Kemensos tentang penanganan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi, sudah disepakati dan ditandatangi Selasa (12/3) di kantor Setwapres.

Baca juga:  Seminar on Container Control Programme

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel