Secara umum masyarakat belum memahami betul apa yang sebenarnya dialami oleh orang-orang yang bermasalah dengan adiksi narkotika. Mereka bukan penjahat, mereka adalah orang sakit yang butuh rehabilitasi agar kembali memiliki fungsi sosial dan bisa memberikan manfaat di tengah-tengah masyarakat. Berdasarkan penuturan Deputi Rehabilitasi BNN, Diah Setia Utami, Adiksi merupakan suatu kondisi penyakit otak. Kenapa di otak? Karena semua zat zat yang berkaitan dengan psikoaktif khususnya narkotika akan bekerja di otak. Ketika zat tersebut masuk di otak maka akan terjadi perubahan kimiawi dan dampaknya pada individu antara lain; perubahan baik secara fisik, psikis, pola pikir (kognitif), dan juga perubahan perilaku. Karena itulah adiksi narkotika disebut dengan penyakit otak.Lantas bagaimana untuk memulihkannya?Menjawab pertanyaan ini, Deputi Rehabilitasi menjelaskan bahwa adiksi merupakan penyakit kronis dan kambuhan yang membutuhkan waktu dalam hal pengobatan atau pemulihannya. Jika pengobatannya tidak berkesinambungan maka mereka berpotensi menggunakan narkotika kembali. Untuk memulihkan pecandu, ada beberapa hal penting yang harus dipahami, antara lain :Pertama, kenali gejala putus zatnya atau withdrawal. Jadi setiap orang yang dalam kecanduan, jadi ada dua istilahnya, pertama orang yang sudah menggunakan narkotika dalam jangka panjang dengan dosis yang selalu mengingkat terus, dan apabila zat tersebut dikurangi dosisnya maka akan timbul gejala putus zat, maka pertama kali yang harus kita atasi dengan detoksifikasi. Detoksifikasi ini tidak harus dengan rawat inap bisa juga dengan rawat jalan. Dalam kondisi itu, tubuh akan mengeluarkan zat zat adiktifnya yang masih ada di dalam tubuh si individu tersebut dan dalam proses tersebut akan ada gejala-gejala putus zat seperti misalnya pada pecandu heroin akan mengalami kesakitan, ada diare, keluar keringat panas dingin, dsb. Nah itu akan kita obati supaya gejala-gejala sakit tersebut bisa diatasi dengan obat-obatan.Kemudian untuk gejala putus zat untuk pecandu tipe amfetamin, timbul gejala-gejala gelisah, sulit tidur, kadang kadang ada panik, malah kadang sampai terjadi depresi. Dan itu juga kita perlu kasih obat-obatan agar mereka cepat pulih. Begitu juga dengan zat-zat lainnya.Setelah detoksifikasi selesai dan orang tersebut merasakan kondisi yang lebih baik maka akan dilanjutkan dengan program-program lainnya yang terkait dengan rehabilitasi sosial, namun tidak menutup kemungkinan usai detoksifikasi ini masih akan terjadi gejala-gejala sisa dan masih akan diteruskan hingga pasien tersebut menjalani rehabilitasi sosial jadi rehabilitasi medis dan sosial tetap berjalan seiringan.Ketika mereka berada dalam program rehabilitasi sosial apa sih yang mereka dapatkan? Ingat bahwa ketika mereka menggunakan narkotika, mereka mengalami perubahan dari alam perasaan, pola pikir, dan juga perilakunya. Di dalam rehabilitasi sosial, maka perubahan perubahan itu akan diperbaiki melalui berbagai intervensi psikososial seperti misalnya konseling, terapi kelompok, terapi-terapi kognitif, untuk memperbaiki segala kebiasaan atau perilakunya yang selama ini tidak bisa diterima secara umum. Dengan intervensi itulah diharapkan mereka akan bisa lebih memahami masalahnya dan memperbaiki perilakunya yang selama ini tidak diterima secara sosial.Setelah mereka menjalani rehabilitasi sosial, juga perlu dilibatkan keluarganya dengan cara terapi kelompok dukungan keluarga. Lalu seperti apa terapi ini? Di sini para keluarga akan dikumpulkan sama-sama dan akan diberikan pemahaman tentang apa itu penyakit adiksi dan bagaimana keluarga dapat memahami kondisi para klien saat mengalami masa suggest, atau mulai nagih, teringat sesuatu atau gejala akan kambuh kembali. Keluarga juga diberikan keterampilan untuk berkomunikasi dengan keluarganya yang bermasalah dengan narkotika karena memang ada perbedaan dengan hal-hal yang kita lihat secara emosi, pola pikir maupun perilaku dan seringkali orang awam tidak memahammi hal seperti itu. Kenapa kok dia gitu? Kenapa kok dia seringkali sensitif, emosional dan lain sebagainya? Karena itulah dalam kelompok dukungan keluarga (Family Support Group) keluarga diberikan pendidikan untuk mengenali kira-kira penyakit apa yang terkait dengan masalah ketergantungan narkotika. Saat klien mengalami cemas atau gejala-gejala lainnya , maka keluarga memiliki kemampuan untuk memberikan pertolongan pertama dan melakukan intervensi singkat sehingga bisa merangkul klien dan ia tidak akan mencari pengobatan dengan caranya sendiri.Setelah persiapan diberikan kepada klien dan juga keluarga, maka bagi klien yang belum memiliki pekerjaan akan disiapkan sebuah program pasca rehabilitasi. Program ini bertujuan untuk mempersiapkan klien untuk kembali memiliki fungsi sosialnya. Ketika dulu mereka menggunakan narkotika fungsi sosial mereka teralihkan karena terlalu fokus pada bagaimana cara mendapatkan narkotika, lebih banyak menyendiri, sekolahnya terabaikan, lalu yang bekerja tidak bisa bekerja dengan baik, yang punya anak tidak bisa mengurus anaknya, hubungan sosialnya berkurang, nah peran-peran sosial seperti itulah yang dikembalikan melalui program pasca rehabilitasi.Begitu juga dengan para klien yang tidak punya pekerjaan atau tidak punya kegiatan rutin, maka mereka membutuhkan sesuatu, sehingga saat kembali ke masyarakat mereka sudah punya keterampilan yang diakui dengan disertai sertifikat.Pada saat program pasca rehabilitasi, klien tetap diberikan intervensi psiko sosial dengan cara konseling baik secara individu maupun kelompok, juga diberikan program pencegahan kekambuhan. Karena penyakit adiksi ini penyakit kronis atau kambuhan sehingga kapanpun klien bisa kambuh atau menggunakan kembali narkotika. keterampilan untuk mencegah relapse itu untuk diri sang klien itu sendiri dan juga untuk orang tuanya. Orang tua diharapkan dapat mengidentifikasi berbagai hal yang berpotensi membuat anaknya kembali kambuh. Contohnya, kontak telepon teman-teman lamanya sebisa mungkin dihilangkan, jika memungkinkan nomor rumah pun diganti, jika klien ingin pergi maka orang tua harus tahun bahkan mendampingi. Ini yang harus dipahami agar orang tuanya bisa mencegah terjadi kekambuhan pada anaknya.Kegiatan kedua yang diberikan adalah vokasional. Pada dasarnya recovering addict, perlu memiliki wadah atau kegiatan yang rutin dikerjakan, sehingga pikiran untuk narkotika bisa teralihkan. Maka mereka perlu dibekali keterampilan.Kita berharap itu menjadi pegangan atau seperti sangu. Kami sudah bekerja dengan sejumlah BLK di berbagai daerah untuk mengoptimalkan minat dan bakat masing-masing klien. Memang sebelum disiapkan ke dalam program pasca rehab, mereka sudah diasesmen sehingga kegiatan vokasional bisa sesuai. Jangan sampai orang yang biasa hidup di kota tapi diberikan keterampilan ternak kambing, sehingga akan menyulitkan klien itu sendiri, beber Deputi Rehabilitasi.Dengan keterampilan yang dimiliki, diharapkan mereka juga mendapatkan kepercayaan diri, apalagi dengan adanya sertifikat yang bisa menjadi pembuktian yang sahih tentang keterampilan yang mereka miliki.Melalui program rehab yang paripurna, mereka juga diharapkan bisa kembali ke masyarakat sekaligus bisa menjalankan fungsi sosial dengan baik sehingga tidak ada lagi stigma dan masyarakat bisa menerima mereka sebagaimana anggota masyarakat yang lainnya.Para klien yang sudah menjalani program rehab juga sudah disiapkan dengan matang dalam aspek pendekatan sosialnya, sehingga mereka pun sudah siap jika memang diperlukan untuk bekerja sama di tengah-tengah masyarakat seperti kegiatan bakti sosial dan lain sebagainya.BNN berharap klien yang telah tuntas menjalani program rehabilitasi mereka dapat kembali produkti dan menjadi warga negara yang memiliki hak dan kewajiaban yang sama dengan warga negara lainnya.
Berita Utama
Pecandu Bukan Penjahat, Mereka Perlu Dirawat Hingga Kembali Bermanfaat Bagi Masyarakat
Terkini
-
Lindungi Tempat Wisata Dari Bahaya Narkoba, BNN RI dan Kemenparekraf RI Jalin Kerja Sama 29 Mei 2023
-
Audiensi Badan Narkotika Nasional dengan Universitas Bina Nusantara 26 Mei 2023
-
BNN RI Dampingi Stakeholder Dalam Rangka Implementasi Alternative Development Pada Pilot Project di Aceh Utara 26 Mei 2023
-
BNN RI Hadiri Kegiatan Asia Pacific Forum Against Drugs 2023 26 Mei 2023
-
Rapat Internal Pelaksanaan Uji Kompetensi dan Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat di Lingkungan BNN 25 Mei 2023
-
“Meeting to Determine The Awards of The International Day Drug Abuse and illicit Trafficking” 25 Mei 2023
-
BNN RI Musnahkan Ganja Dan Sabu, Selamatkan Lebih Dari 46.000 Jiwa 25 Mei 2023
Populer
- Perkuat Kebersamaan, Pimpinan dan Staf di BNN RI Saling Bermaaf-maafan 02 Mei 2023
- Hasil Pasca Sanggah Seleksi Kompetensi CPPPK Jabatan Fungsional Tenaga Teknis BNN 2022 12 Mei 2023
- Direktorat PSM BNN RI Menerima Audiensi dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) 04 Mei 2023
- Deputi Pemberantasan BNN RI Berikan Kuliah Umum Kepada Perwira Siswa DIKREG 51 SESKO TNI 04 Mei 2023
- Perkuat Kolaborasi Dengan Media Massa, BNN RI Adakan Pertemuan Dengan Awak Media 05 Mei 2023
- BNN RI Hadiri Acara Hari Bhakti Pemasyarakatan Kemenkumham Ke-59 04 Mei 2023
- Audiensi dengan KASN terkait Tindak Lanjut PKS antara Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) 05 Mei 2023