BNN melalui Direktorat Prekursor dan Psikotropika Deputi Bidang Pemberantasan BNN menggelar Rapat Koordinasi Dengan tema “Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 125/PMK.02/2021 Tentang Jenis Dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Layanan Penerbitan Rekomendasi Importir Dan Eksportir Terdaftar Prekursor Narkotika Non Farmasi Yang Berlaku Pada Badan Narkotika Nasional, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Dan Kementerian Perindustrian”, di Hotel Best Western Premier, Jakarta, Kamis, (28/10)
Kegiatan ini diikuti sebanyak 40 orang peserta dari 25 perusahaan importir/eksportir terdaftar prekursor non farmasi di Indonesia. Dengan menghadirkan narasumber dari Direktorat Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Direktorat PNBP Kementerian/Lembaga Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI, dan Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri.
Direktur Narkotika, Drs. Aldrin M. P. Hutabarat, S.H., M.Si., mewakili Plt. Deputi Pemberantasan BNN, dalam sambutannya menyampaikan bahwa penggunaan prekursor dapat diumpamakan seperti pisau bermata dua. Pada satu sisi, ketersediaan prekursor untuk kepentingan industri dalam negeri harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan perekonomian negara, namun disisi lain penyimpangan (diversi) penggunaan prekursor oleh pelaku kejahatan untuk memproduksi narkotika ilegal (clandestine lab) harus dicegah.
“Dengan dilakukan kegiatan ini, membuktikan bahwa kita semua yang hadir disini memiliki komitmen yang sama untuk melakukan pengawasan distribusi dan penggunaan prekursor non farmasi bersama-sama. Prekursor diproduksi dan diimpor untuk kebutuhan industri farmasi, non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun membawa ancaman terjadinya penyimpangan untuk bahan pembuatan narkotika, maka perlu pengawasan ketat mulai dari tingkat pengadaan, pengangkutan, transit dan penggunaan oleh dan user (pengguna akhir),” ujarnya.
Rakor dan sosialisasi ini merupakan persiapan implementasi PNBP layanan rekomendasi importir dan eksportir prekursor kita laksanakan hari ini merupakan non farmasi sebagai tindaklanjut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 125/PMK.02/2021 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Layanan Penerbitan Rekomendasi Importir Dan Eksportir Terdaftar Prekursor Narkotika Non Farmasi Yang Berlaku Pada Badan Narkotika Nasional, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Dan Kementerian Perindustrian.
Pada materi pertama yang disampaikan oleh , M. Azhari Firdaus, Direktorat Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan menjelaskan bahwa tujuan adanya pengaturan impor prekursor non farmasi adalah untuk pengendalian dan pengawasan pemasukan prekursor yang berasal dari impor, menjamin pengadaan prekursor sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk industry yang pengadaannya bersumber dari luar negri, dan untuk meminimalisir penyimpangan pembuatan narkotika dan psikotropika serta mencegah, melindungi dan menyelamatkan dari penyalahgunaan narkotika.
“Pengawasan impor prekursor harus mendapatkan rekomendasi dari BNN dan Bareskrim Polri untuk Importir Terdaftar (IT) dan Persetujuan Impor (PI) Prekursor, IT Prekursor harus melampirkan rencana pendistribusian ke industry pengguna akhir dan wajib dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis di negara muat barang,” ujarnya.
Direktorat PNBP Kementerian/Lembaga Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI, yang diwakili oleh Robby Martapura menjelaskan bahwa dalam rangka penguatan pengawasan prekursor non farmasi sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2020 maka Kementerian Keuangan menjalankan aksi pengetatan system pengawasan prekursor di Indonesia dengan mendorong adanya pengaturan penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk penerbitan rekomendasi importir dan eksportir terdaftar prekursor narkotika.
“PNBP sendiri merupakan pungutan yang dibayar oleh pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. Tarif PNBP layanan rekomendasi importir dan eksportir terdaftar prekursor narkotika non farmasi ditetapkan melalui PMK,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kasubdit 4 (Prekursor) Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Kombes Pol. Gembong Yudha, SP, S.H., M.H., menyampaikan terkait pengelolaan PNBP atas layanan penerbitan rekomendasi IT dan ET Prekursor Non Farmasi yang dilakukan oleh Bareskrim Polri sebagai bentuk implementasi PMK No.125/PMK.02/2021.
“Dengan adanya peraturan ini rekan-rekan pelaku IT/ET akan lebih berhati-hati didalam melakukan proses impor/ekspor prekursor non farmasi. Diharapkan sebelum mengajukan, pelaku usaha ini sudah benar-benar mengerti dan mentaati peraturan yang ada sehingga tidak terjadi adanya penyimpangan dari hulu sampai ke hilir. Polri dan BNN selaku satuan kerja yang mengeluarkan rekomendasi wajib melaksanakan amanat yang tertuang dalam PMK tersebut, maka kami wajib untuk mensosialisasikan hal ini agar para pelaku IT/ET mengetahui peraturan yang berlaku,” tambahnya
“Diharapkan kerja sama dan dukungan dari panitia, narasumber dan seluruh peserta, sehingga setelah pelaksanaan rakor dan sosialisasi ini, implementasi PNBP layanan rekomendasi importir dan eksportir terdaftar prekursor non farmasi mulai diterapkan dan dilaksanakan oleh importir dan eksportir terdaftar prekursor non farmasi selaku wajib bayar,” tutupnya. (FNY)
BIRO HUMAS DAN PROTOKOL BNN RI