Skip to main content
Artikel

Tim Asesmen Terpadu Selamatkan Korban Penyalahgunaan Narkotika Dari Jeruji Besi

Oleh 23 Mar 2015Agustus 2nd, 2019Tidak ada komentar
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba 

Sejak dua tahun terakhir, fokus penanganan penyalah guna Narkoba berbalik arah. Rehabilitasi dinilai sebagai solusi jitu dan ideal dalam upaya menekan angka prevalensi penyalah guna Narkoba. Berbagai kegiatan dilakukan BNN untuk menyamakan presepsi bahwa pengguna Narkoba lebih baik direhabilitasi daripada dipenjara.Secara estafet, sosialisasi peraturan perundang-undangan terkait Narkotika dan peraturan pelaksanaan lainnya, terutama dalam hal pelaksanaan rehabilitasi penyalah guna Narkoba juga telah dilakukan. Hingga pada akhirnya, 11 Maret 2014, BNN bersama dengan Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Kepolisian, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Sosial, menandatangani Peraturan Bersama tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi, yang diikuti dengan pembentukan Tim Asesmen Terpadu (TAT). TAT terdiri dari tim hukum dan tim medis, yang berkedudukan di tingkat pusat, provinsi, serta kabupaten/kota.Pada prakteknya, banyak pihak masih mempertanyakan bagaimana mekanisme yang ideal tentang implementasi asesmen terpadu sesuai dengan Peraturan Bersama itu sendiri. Hal inilah yang menjadi hambatan dalam pemahaman reorientasi penanganan penyalah guna Narkoba, yang merumuskan bahwa pengguna Narkoba yang sedang dalam proses hukum dan terbukti sebagai pengguna murni tidak lagi digiring ke dalam jeruji besi, akan tetapi direhabilitasi. Padahal, pada tahun ini Presiden Joko Widodo telah menargetkan rehabilitasi bagi 100.000 penyalah guna Narkoba.Guna mengatasi permasalahan ini, Direktorat Hukum BNN menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Tingkat Pemahaman Tim Hukum pada Tim Asessmen Terpadu tentang Peraturan Perundang-Undangan dalam Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, di Bengkulu, Senin (23/3) kemarin.Dalam kesempatan FGD tersebut, Direktur Hukum BNN, Darmawel Aswar, SH, MH, menyampaikan bahwa pemahaman ini sangat penting bagi penegak hukum, mengingat aparat penegak hukum secara tidak langsung ikut menyumbang orang-orang (pecandu Narkoba) yang sebenarnya kategorinya belum pada tahap kecanduan menjadi kecanduan, karena mereka yang baru pada tahap coba pakai tersebut dimasukkan ke dalam penjara, bukan ke tempat rehabilitasi.Dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan terhadap tim hukum pada TAT, Darmawel menemukan banyak pejabat berwenang yang seharusnya bertugas sebagai anggota TAT dan telah ditetapkan dalam sebuah peraturan, namun melimpahkan tugas tersebut kepada anggotanya, sehingga TAT yang terbentuk tidak berfungsi seperti yang diharapkan.Sayangnya, di Bengkulu sendiri hingga saat ini TAT belum berjalan sesuai dengan fungsinya. Rekomendasi rehabilitasi hanya dilakukan oleh BNN Provinsi Bengkulu saja. Baik dari Kepolisian dan Kejaksaan masih menerapkan proses hukum dan pemidanaan bagi setiap penyalah guna yang tertangkap tangan mengonsumsi Narkoba.FGD dihadiri oleh perwakilan dari pihak pengadilan, kejaksaan, polda, polres, polsek, kanwil kemenkumham, lapas, dan BNN Provinsi Bengkulu. Melalui FGD ini diharapkan dapat melahirkan rekomendasi untuk segera membentuk tim hukum pada TAT. TAT ini nantinya akan memiliki peranan vital dalam perubahan paradigma penanganan pecandu dan korban penyalahgunaan Narkoba.Kedepan, BNN juga akan melakukan monitoring dan evaluasi serupa di beberapa provinsi lainnya untuk mengukur tingkat keberhasilan dari pembentukan TAT. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari banyaknya penyalah guna Narkoba yang direhabilitasi dan pengedar yang ditindak pidana, sehingga bermuara pada menurunnya angka prevalensi penyalah guna Narkoba yang saat ini tercatat sekitar 4 juta jiwa. (DND)

Baca juga:  Pecinta Kopi Cenderung Lebih Mudah Kecanduan Narkoba?

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel