Skip to main content
Artikel

Peran Penyuluh Narkoba dalam Pembangunan

Oleh 13 Jan 2021Februari 2nd, 2021Tidak ada komentar
Peran Penyuluhan Narkoba dalam Pembangunan
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba 

Dewasa ini bagi sebagian masyarakat, penyuluhan masih dipandang sebelah mata karena dianggap tidak penting makna dan fungsinya. Terlebih ketika masyarakat menganggap materi yang disuluhkan bukanlah kebutuhan utama dan mendesak dari penerima manfaat penyuluhan (masyarakat). Padahal jika dilihat lebih jauh, Penyuluhan sebagai bagian dari sistem pembangunan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan sumberdaya manusia, khususnya pemberdayaan masyarakat (Pudji Mulyono, 2020).

Menurut Anwas (2010)⁠, pengertian penyuluhan adalah sistem pendidikan non formal dalam mengubah perilaku manusia yang didasarkan pada kebutuhan dan potensi klien dalam meningkatkan kehidupannya ke arah yang lebih baik. Dalam pengertian ini, penyuluhan adalah kegiatan pendampingan terus menerus yang dilakukan secara sistematis dan terprogram untuk memberdayakan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik yang berangkat dari masalah, potensi, ataupun peluang untuk mewujudkannya.

Mengingat pentingnya peran dan efektivitas kegiatan penyuluhan tersebut, implementasi program-program pembangunan perlu melibatkan penyuluh yang akan bertindak sebagai pendamping masyarakat. Selain itu dalam pelaksanaannya, penyuluh sekaligus menjadi pelaku dari sasaran program pembangunan. Posisi sentral inilah yang menempatkan seorang penyuluh sebagai ujung tombak berhasilnya pelaksanaan pembangunan di segala bidang (agent of change). Artinya dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan harus ada keterlibatan aktif anggota masyarakat sasaran sehingga hasil yang diperoleh merupakan jawab atas kebutuhan masyarakat tersebut. Disinilah keberadaan kegiatan penyuluhan menjadi sangat penting untuk mewujudkan hal tersebut.

Mardikanto (2009) menyebutkan penyuluh berperan : (1) sebagai guru untuk mengubah perilaku (sikap, pengetahuan dan keterampilan). (2) sebagai penganalisa terhadap keadaan, masalah, kebutuhan klien dan alternatif pemecahannya. (3) sebagai penasehat untuk memilih alternatif perubahan yang paling tepat. (4) sebagai organisator yang harus mampu menjalin hubungan baik dengan stake holders. Pendek kata, penyuluh berfungsi sebagai jembatan antara masyarakat dengan sumber-sumber inovasi dan informasi positif. Peran sebagai motivator, fasilitator, konsultan, dan partner melekat pada profesi penyuluh.

Lebih lanjut Mardikanto (2009) menyebutkan peran penyuluh yang paling utama adalah edfikasi, yaitu; (1) edukasi untuk memfasilitasi proses belajar mengajar yang dilakukan oleh penerima manfaat penyuluhan dan stakeholdersnya, (2) diseminasi informasi untuk menyebarluaskan informasi dari sumber informasi ke penggunanya, (3) fasilitasi (pendampingan) yang lebih bersifat melayani kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh klien, (4) konsultasi untuk membantu memecahkan masalah, serta (5) supervisi pembinaan kepada klien untuk mendiri, pemantauan, dan evaluasi.

Baca juga:  Berhenti Merokok Itu Mudah

Meskipun dalam pelaksanaan pengertian di atas menjadi berbeda-beda di setiap Kementerian dan Lembaga yang ada jabatan fungsional penyuluh, namun secara garis besar terdapat benang merah dari pengertian tersebut yaitu penyuluh adalah pencerah bagi masyarakat. Di BNN, Jabatan Fungsional Penyuluh Narkoba ditetapkan berdasarkan Permenpan dan RB Nomor 46 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Narkoba. Berdasarkan Peraturan tersebut, maka diterbitkan Peraturan Kepala BKN Nomor 47 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaannya. Di dalam peraturan ini, peran penyuluh narkoba adalah sebagai diseminator informasi tentang P4GN kepada khalayak.

Berbeda dengan Jabatan fungsional penyuluh di Kementerian dan Lembaga lain yang memiliki tolok ukur keberhasilan yang nyata dan langsung dinikmati oleh masyarakat seperti meningkatnya kesejahteraan dan pendapatan para klien. Bagi penyuluh narkoba, tolok ukur keberhasilan adalah lebih sulit karena bersifat abstrak yang terkait perubahan cara pikir dan perilaku positif dari masyarakat sebagai sasaran penyuluhan. Peran penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku berhubungan dengan keterampilan dan sikap mental klien yang membuat mereka menjadi tahu, mau, dan mampu melakukan perubahan di dalam dirinya dan lingkungannya untuk menolak penyalahgunaan narkoba.

Fakta ini dapat tercermin dari implementasi penyuluhan Narkoba adalah terkait dengan kegiatan Pengelolaan informasi dan edukasi yang memiliki sasaran meningkatnya daya tangkal anak dan remaja terhadap pengaruh buruk penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Selain itu juga kegiatan penyelenggaraan Advokasi yang memiliki sasaran meningkatnya daya tangkal keluarga terhadap pengaruh buruk penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

Sebagai desiminator informasi, upaya pencegahan narkoba yang diperankan oleh penyuluh narkoba didasarkan pada pertimbangan pilihan penting untuk ikut berperan serta menekan sisi demand dari penyalahgunaan narkoba. Pada gilirannya diharapkan mampu secara efektif mengurangi sisi supply dari peredaran narkoba. Secara umum indikator keberhasilan tujuan ini diukur dengan Angka Prevalensi penyalahgunaan narkoba.

Baca juga:  Razia Gabungan Geledah Lapas Ciamis

 

Pendekatan Penyuluhan

Untuk menuju upaya di atas, para penyuluh narkoba bekerja berdasarkan pendekatan sistem Top-Down. Sistem ini merupakan suatu model perencanaan yang dilakukan oleh pemangku kepentingan (BNN) dan diserahkan kepada orang yang dianggap mampu untuk melakukan hal tersebut, yaitu para penyuluh narkoba. Di BNN sistem Top-Down masih sangat dibutuhkan untuk mengurangi distorsi makna penyuluhan oleh penerima manfaat terkait upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Dalam konsep ini peran Penyuluh menitikberatkan pada pesan yang disampaikan. Jika pesan yang disampaikan penyuluh dapat diterima dan diterapkan masyarakat dengan baik dan sukarela, berarti tugas penyuluhan telah terlaksana.

Ciri utama dalam pendekatan Top-Down adalah bersifat linear satu arah (dalam hal aliran pesan), statis, mekanis, dan instruksional (command and control) dengan sistem target yang jelas (Sadono, 2009)⁠. Sistem ini lebih cenderung bersifat memberikan pembinaan koersif antara BNN kepada para penyuluh Narkoba yang ada di BNN Provinsi maupun BNN Kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Sistem Top Down akan berhasil jika didukung oleh beberapa faktor yaitu: (1) ketatnya pengawasan yang dilakukan pelaksana perubahan, (2) tersedianya berbagai alternatif untuk mencapai tujuan perubahan, dan (3) ketersediaan dana untuk menunjang pelaksanaan program, termasuk sistem hadiah dan hukuman (Ananda dan Amiruddin, 2017)⁠. Sebagai instansi Pembina jabatan fungsional penyuluh narkoba, BNN telah melakukan hal tersebut.

Dalam sistem Top-Down, Penyuluh berperan sentral dalam kegiatan penyuluhan (Prayoga, 2018)⁠ dengan adanya penyeragaman baik perencanaan, materi, dan pelaksanaannya dari pusat hingga daerah (Indraningsih, 2011)⁠. Artinya penyuluh dapat melakukan improvisasi terkait metode, teknik, dan model penyuluhan narkoba yang disesuaikan dengan kelompok sasaran. Dalam pelaksanaannya, kegiatan penyuluhan yang dilakukan biasanya juga mengedepankan aspek lokalitas daerah dan segmentasi yang dituju. Misalnya, meskipun terdapat materi yang sama, cara penyampaian materi penyuluhan di setiap daerah bisa berbeda-beda tergantung budaya dan adat istiadat setempat. Sistem pendekatan ini dalam realisasinya lebih mengutamakan kepentingan pencapaian tujuan pemerintah pusat (Bahua, 2015)⁠, yaitu menjadikan Indonesia bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba.

Baca juga:  PEMBENTUKAN KADER ANTI NARKOBA DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN

Dengan pendekatan Top-Down, (secara mikro) dapat mendukung penyuluh narkoba untuk mendorong kinerja BNN sebagai lembaga pemerintah (secara makro) terkait angka prevalensi penyalahgunaan narkoba yang menunjukkan atau menggambarkan situasi penyalahgunaan narkoba terkini. Kondisi tersebut menjadi basis tuntutan untuk terus memperbaiki capaian kinerja BNN secara institusional sekaligus keluar dari kondisi dan status yang dilabeli sebagai situasi “darurat narkoba”.

Merujuk kepada Perka BNN Nomor 6 tahun 2020 tentang Renstra BNN, untuk mewujudkan tujuan ideal di dalam Bidang Pencegahan Narkoba di atas, antara lain dilakukan dengan : (1) pengembangan metode pendidikan anti narkoba (disesuaikan dengan basis jenjang usia, keragaman background kelompok sasaran atau segmentasi kelompok sasaran), (2) pengembangan sistem pencegahan penyalahgunaan berbasis masyarakat, inovasi diseminasi informasi melalui media massa dan sosial.

Tantangan yang dihadapi oleh para penyuluh narkoba di atas adalah seharusnya diimbangi dengan tuntutan untuk meningkatkan kompetensi bagi para penyuluh narkoba. Hal utamanya adalah penyeragaman materi penyuluhan serta intensnya pendidikan dan latihan agar dapat bekerja sesuai tugas dan fungsi penyuluh. Misalkan penyuluh dengan latar belakang eksakta yang kuat namun belum memiliki kompetensi pemahaman aspek sosial ekonomi dan psikologi sosial, sehingga belum mampu memfasilitasi perubahan perilaku yang diharapkan terjadi di masyarakat.

Di sisi lain, bagi penyuluh narkoba sendiri hendaknya senantiasa dapat beradaptasi dengan setiap perubahan perkembangan zaman. Sebagai contoh di masa pandemi ini, ketika penyuluhan tatap muka secara konvensional sulit untuk dilakukan dan harus berganti menjadi penyuluhan digital maka penyuluh harus mampu secara mandiri untuk menguasai teknologi media digital, bukan ?.

Penulis:

Afib Rizal

Penyuluh Narkoba BNN Provinsi DKI Jakarta

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel