Skip to main content
Berita Utama

Peningkatan Layanan Rehabilitasi Melalui Penyusunan SOP Untuk OSC dan CBU

Oleh 15 Mei 2013Agustus 2nd, 2019Tidak ada komentar
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba 

Pelayanan rehabilitasi berkonsep One Stop Centre (OSC) dan Community Based Unit (CBU) mengalami dinamika yang signifikan. Untuk tahun 2013 ini, di Indonesia tercatat ada 16 OSC, dan 11 CBU yang mendapatkan dukungan dari Badan Narkotika Nasional (BNN). Dalam rangka peningkatan mutu dan layanan rehabilitasi, diperlukan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang prima dari masing-masing lembaga rehab.Terminologi OSC sendiri adalah program pelayanan terapi dan rehabilitasi terpadu bagi penyalahguna narkoba secara menyeluruh yang meliputi pelayanan terapi medis, psikologis dan sosial serta spiritual di dalam sarana institusi residensial. Salah satu cirri dari pelayanan ini adalah penyediaan layanan rawat inap untuk pecandu narkoba. Sementara CBU, merupakan program yang berkembang dari konsep pemberdayaan masyarakat yang terfokus pada pengorganisasian komunitas untuk menanggulangi bahaya penyalahgunaan narkoba di komunitasnya. Penekanannya adalah, sebuah komunitas dikondisikan sedemikian rupa untuk aktif terlibat dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba, dan yang terpenting adalah mendukung pemulihan kembali para mantan penyalahguna narkoba.Sebagai salah satu upaya meningkatkan pelayanan rehabilitasi di lembaga rehab OSC dan CBU, BNN menggelar kegiatan Peningkatan Kompetensi Penyusunan SOP Lembaga Rehabilitasi OSC dan CBU Non Komunitas Terapeutik Komponen Masyarakat, di Hotel The Amazing, Jakarta, Selasa hingga Jumat (14/17/5). Kegiatan ini dihadiri oleh 16 lembaga rehabilitasi dengan OSC, dan 11 CBU, yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.Melalui kegiatan ini, BNN mensosialisasikan pedoman dan petunjuk teknis rehabilitasi adiksi berbasis masyarakat kepada para petugas penyelenggara rehabilitasi adiksi berbasis masyarakat, dengan bentuk layanan OSC dan CBU. Sementara itu, para peserta dari masing-masing lembaga rehab (OSC dan CBU) diberikan kesempatan untuk mempresentasikan SOP yang telah dibuat dan nantinya dilakukan pembahasan lebih lanjut agar SOP tersebut lebih maksimal.Dr Kusman Suriakusumah, selaku Deputi Rehabilitasi BNN menekankan, masing-masing lembaga rehabilitasi tentunya harus memiliki standar pelayanan minimal, sehingga para pelaksana rehabilitasi berbasis OSC dan CBU memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam membina dan mempersiapkan lembaga rehabilitasi yang telah menenuhi standar pelayanan minimal dan telah terukur dalam menekan angka kekambuhan (relaps). Dalam konteks penurunan angka kekambuhan, Dr kusman menambahkan, hal itu sangat penting, karena penurunan relaps menjadi indikator keberhasilan sebuah lembaga rehabilitasi dalam menjalankan fungsinya.Deputi Rehabilitasi berharap banyak pada kegiatan penyusunan SOP di lembaga rehab OSC dan CBU ini. Deputi menginginkan setelah kegiatan ini adanya peningkatan para petugas lembaga rehabilitasi Non Komunitas Terapeutik Komponen Masyarakat (OSC dan CBU) dalam menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP). Kedua, mutu layanan lembaga rehabilitasi Non Komunitas Terapeutik Komponen Masyarakat (OSC dan CBU) mengalami peningkatan sesuai Standar Operasional Prosedur. Terakhir, kualitas pelayanan lembaga rehabilitasi Non Komunitas Terapeutik Komponen Masyarakat (OSC dan CBU) dapat lebih mengingkat dan menjamin efektifitas layanan yang diberikan terhadap pecandu sesuai dengan kebutuhan.Dalam perkembangannya, memang tidak ada satu jenis terapi yang bisa cocok untuk semua pecandu. Namun yang harus jadi perhatian adalah, masing-masing lembaga dapat mensinergikan metode yang dimiliki dengan pertimbangan medis. Misal, sebuah tempat rehab menggunakan terapi dengan cara memandikan pecandu pada tengah malam dengan doa, namun pada sisi lainnya harus dipikirkan dari aspek medis. Jika si pecandu itu memiliki riwayat penyakit paru-paru, maka metode mandi malam itu harus dipertimbangkan secara medis, ungkap Deputi.Sementara itu, Direktur Penguatan Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat. Dr Budyo Prasetyo mengatakan, masing-masing lembaga rehab harus membuat SOP sesuai dengan pelayanan yang diberikan oleh lembaga rehab masing-masing. SOP penting untuk disusun, karena akan menjadi dasar dan akuntabilitas sebuah lembaga di mata masyarakat. Selain itu jika ada sebuah kejadian yang terkait dengan hukum, misal ada pecandu yang meninggal di tempat rehab, maka SOP ini bisa menjadi salah satu alat untuk membuktikan apakah si pecandu tadi telah menjalani program yang dijalankan sudah sesuai SOP atau tidak. Dr Budyo juga menghimbau agar SOP yang dibuat tidak hanya dalam konteks pelayanan rehabilitasi, tapi faktor lainnya seperti sistem keamanan di lembaga rehab.Ariyanto Pabasing, seorang peserta dari CBU Metanoya Jayapura menyambut baik kegiatan penyusunan SOP ini. Menurutnya, masing-masing lembaga rehab yang hadir dalam acara ini memiliki SOP tertentu, dan lewat kesempatan inilah ia bisa mendapatkan banyak masukan, sehingga ke depannya pelayanan rehabilitasi akan semakin bisa ditingkatkan.

Baca juga:  Kepala BNN Provinsi DKI Jakarta : Kita Semua Adalah Juara

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel