Lamanya rentang waktu mengonsumsi zat adiktif, tidak menjadi penentu seseorang dinyatakan sebagai pecandu berat dan membutuhkan upaya rehabilitasi yang lebih kompleks. Klien harus memenuhi tiga unsur, yakni, adanya toleransi terhadap zat adiktif, memiliki gejala putus zat (sakau), dan ditemukannya gangguan fisik dan psikis pada diri pasien.
Hal tersebut disampaikan Direktur Penguatan Lembaga Rehabilitasi Insatnsi Pemerintah (PLRIP) Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN), dr. Bina Ampera Bukit, M.Kes., saat pembukaan Training of Trainer (TOT) Peningkatan Kemampuan Petugas Rehabilitasi Dalam Bidang Adiksi Melalui UTC 5, di Hotel Harper, Jakarta Timur, pada Selasa (3/9).
Lebih lanjut dr. Bukit mengatakan, petugas asesmen harus menguasai hal-hal mendasar tersebut agar upaya rehabilitasi yang dilakukan tepat sasaran. Untuk itu, peningkatan kemampuan petugas rehabilitasi harus terus dilakukan.
dr. Bukit mengatakan, jumlah tenaga medis pada bidang rehabilitasi di wilayah belum mampu menjangkau jumlah pecandu yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, melalui pelatihan ini diharapkan para peserta dapat menularkan ilmu yang didapatnya pada tenaga medis di wilayahnya masing-masing.
”Ini akan menekan anggaran lebih besar jika pelatihan dapat dilakukan secara mandiri di wilayah masing-?asing,” ungkap dr. Bukit.
Meski demikian, dr. Bukit menekankan pelaksanaan pelatihan mandiri di wilayah harus tetap dilaporkan kepada pusat, agar sertifikat pelatihan dapat secara resmi diterbitkan dan menjadi dasar kompetensi bagi peserta pelatihan.
TOT Peningkatan Kemampuan Petugas Rehabilitasi diikuti oleh 25 orang peserta dan diagendakan akan berlangsung hingga 6 September 2024. Dengan adanya kegiatan ini, BNN berharap jumlah petugas rehabilitasi tersertifikasi akan semakin bertambah dan berdampak pada meluasnya jangkauan rehabilitasi pecandu narkotika di Indonesia.
#indonesiabersinar
#indonesiadrugfree
BIRO HUMAS DAN PROTOKOL BNN