BNN.GO.ID, Jakarta – Kebutuhan akan rehabilitasi bagi penyalah guna narkoba masih menjadi perdebatan. Tetapi, kalau pecandu narkoba yang membutuhkan rehabiltasi maka kebutuhan atas rehabilitasi itu yang harus dipenuhi dan Badan Narkotika Nasional (BNN) sudah melakukannya secara maksimal. Jadi diskusi tentang Indeks Kapabilitas Rehabilitasi (IKR) tentu perlu diterjemahkan ke dalam konteks seberapa besar indeks tersebut diurai satu persatu, yaitu salah satunya dengan memberikan pelayanan terbaik dalam rehabilitasi.
Jika dilihat melalui data, Indonesia tidak sendiri dalam menghadapi persoalan narkoba dan tidak ada satupun negara yang imun terhadap persoalan narkoba. Kondisi geografis yang berupa pulau-pulau menjadikan status Indonesia Darurat Narkoba.
Latar belakang lainnya mengapa sosialisasi Indeks Kapabiltas Rehabilitasi menjadi penting adalah karena diberbagai negara yang menerapkan akses kesehatan bagi pecandu narkoba yang membutuhkan rehabilitasi, rehabilitasi tidak lagi dalam pertanyaan. Rehabilitasi memang kebutuhan yang cukup mendesak yang seharusnya disediakan oleh negara.
Dalam sambutannya, PLT Deputi Rehabilitasi dr. Budiyono, MARS mengatakan bahwa saat ini kami bersama Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya dan Badan Pusat Statistik (BPS) telah menyusun Indeks Kapabilitas Rehabilitasi yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Indeks Kapabilitas Rehabilitasi ini merupakan metode pengukuran yang pertama kali diterapkan dan diharapkan mampu menetapkan outcome secara kuantitatif. Dengan adanya IKR, nantinya setiap tahun bisa menetapkan berapa persen atau point yang ingin dicapai dalam penetapan kinerja dari seluruh jajaran Deputi Bidang Rehabilitasi,” imbuh PLT Deputi Rehabilitasi saat memberikan sambutan tentang Sosialisasi Penyusunan Indeks Kapabilitas Rehabilitasi di Pullman Hotel Central Park, Jakarta, Kamis (12/11).
PLT Deputi Rehabilitasi mengharapkan Kepala BNN dan para pejabat BNN yang hadir dapat memberikan arahan serta masukan untuk lebih menyempurnakan hasil indeks yang telah disusun.
Arahan dari Kepala BNN Drs. Heru Winarko, S.H. supaya Balai/Loka Rehabilitasi milik BNN menjadi role model bagi tempat rehabilitasi yang lainnya. Ia juga berharap supaya memprioritaskan rehabilitasi pada kasus compulsory (para penyalah guna narkoba yang terjerat kasus hukum) daripada rehabilitasi narkoba secara voluntary (melapor secara sukarela). Sehingga mereka dengan kategori kasus _compulsory_ tidak dimasukkan ke dalam penjara tetapi dimasukkan tempat rehabilitasi. Hal ini merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkan Indeks Kapabilitas Rehabilitasi.
Berbicara Indeks Kapabilitas Rehabilitasi, Capable adalah kemampuan yang berarti Kedeputian Rehabilitasi bisa menjadi acuan tempat pemulihan pecandu narkoba yang dapat dipercaya oleh masyarakat. Dipercaya itu juga ada teorinya yaitu Credible (ikhlas, jujur, kemauan) Capable (kemampuan, keahlian, pengetahuan), Acceptable (diterima) inilah yang paling sulit.
“Untuk mendapatkan predikat acceptable, Kepala BNN menerapkan metode yang didapat dari Abdullah Gymnastiar atau yang dikenal dengan sebutan AA Gym. Jika ingin diterima oleh masyarakat dalam hal rehabilitasi, metode yang diterapkan yaitu, saya bukan ancaman bagi dirimu, saya akan berguna bagi dirimu, dan saya akan bermanfaat bagi dirimu,” ungkap Kepala BNN.
“Kepala BNN juga mengharapkan kepada Kepala Loka/Balai Rehabilitasi supaya menseragamkan persepsi kepada penyidik yang melakukan Tim Asesmen Terpadu (TAT) supaya merekomendasikan rehabilitasi ke tempat kita atau binaan kita karena sudah punya standar rehabilitasi,” imbuh Drs. Heru Winarko, S.H. dalam sambutannya. (ADR)
Biro Humas dan Protokol BNN RI
#hidup100persen
Instagram: @infobnn_ri
Twitter. : @infobnn
Facebook Fan page : @humas.bnn
YouTube: Humasnewsbnn