BNN.GO.ID – Aceh, Bagi sebagian orang, nama Kampung Agusen yang berada di gugusan pegunungan Bukit Barisan ini kerap dianggap sebagai salah satu sentra tanaman ganja. Anggapan itu tidak sepenuhnya salah. Tanaman ganja sudah ada di Agusen sejak lama. Antara tahun 1940 – 1980 ganja ditanam sebagai selingan tembakau, gunanya untuk mengusir hama agar kualitas tembakau terjaga. Biasanya dalam hamparan 1000 batang pohon tembakau akan ada 200 batang ganja. Terlebih nama kampung ini sempat mencuat saat BNN memusnahkan sekitar 30 hektar ladang ganja di lokasi tersebut tahun 2014.
Secara geografis, Agusen berada di Kecamatan Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues, Aceh. Kampung ini berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Gayo Lues yang menurut bahasa sansekerta bermakna _gunung luas_, merupakan kabupaten paling terisolasi di Aceh.
Namun kini telah banyak geliat positif yang dilakukan masyarakat kampung untuk merubah stigma tersebut, salah satunya adalah dengan mengikuti pelatihan keterampilan yang diberikan oleh BNN Kabupaten Gayo Lues.
Dalam pelatihan ini masyarakat diberikan keterampilan membuat 7 jenis sabun, diantaranya sabun mandi, pencuci pakaian, pencuci piring, pembersih wajah, pencuci tangan, pencuci mobil, dan shampo. Alasan pemilihan ini karena sabun dibutuhkan semua orang, tanpa memandang status sosial. Sabun telah menjadi kebutuhan sehari-hari layaknya makanan. Selain itu karena wilayah Gayo Lues memiliki potensi bahan baku untuk pembuatan sabun. Salah satu keistimewaan dalam pelatihan ini adalah mereka diajarkan membuat sabun herbal yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya.
Bisnis herbal memiliki pangsa pasar menjanjikan saat ini, khususnya di Indonesia, dimana mayoritas penduduknya adalah muslim. Sebab lainnya karena masyarakat makin _melek_ dengan pentingnya kesehatan dan menjaga lingkungan. Bahkan bila dilihat di pasaran, berbagai produsen besar pun ikut menggarap dengan meluncurkan aneka produk herbal.
Menurut Sunjana, praktisi asal Tangerang yang menjadi pengajar dalam pelatihan ini, sabun herbal memiliki kelebihan lembut di tangan, ramah lingkungan, dan daya bersih maksimal. “Kita gunakan bahan yang aman, tidak akan membuat mikro organisme mati atau air sungai menjadi bau,” ujarnya.
Untuk membuat sabun cuci pakaian dan cuci piring, modal yang diperlukan cukup Rp. 56.000,- dan menghasilkan 20 liter sabun siap pakai. Sedangkan untuk sabun mandi hanya bermodalkan Rp. 38.000,- untuk 19 buah. Bahan dasar yang digunakan berupa minyak kelapa, garam industri, pengawet, pengharum, dan pewarna.
Salah seorang peserta, Juanedi, menyatakan antusias mengikuti pelatihan dengan harapan bisa menambah pemasukannya. Ia berharap pelatihan ini juga dapat berkelanjutan kedepannya. “Semoga pemerintah daerah dan DPR Aceh juga membantu kami selesai pelatihan ini,” katanya.
Pelatihan dilaksanakan selama 3 hari, mulai tanggal 9 hingga 11 Maret 2020. Peserta sebanyak 15 orang berasal dari 5 kampung di Kecamatan Blangkejeren, yakni Agusen, Rema, Ulun Tanoh, Durin, dan Porang.
Kegiatan ini merupakan tahapan program _Grand Design Alternative Development_ (GDAD) yang dilakukan oleh Direktorat Pemberdayaan Alternatif BNN. Selain Gayo Lues, dua kabupaten lain di Aceh yang turut menjadi _pilot project_ adalah Bireuen dan Aceh Besar. Melalui program GDAD yang dirintis sejak tahun 2016 hingga 2025 ini diharapkan dapat merubah cara pandang para penanam ganja untuk beralih ke tanaman produktif lain yang mampu memberikan nilai ekonomis dan legal.
Dalam sambutan kepada para peserta pelatihan, Selasa (10/3/2020), Kasubdit Masyarakat Pedesaan BNN Hendrajid Putut Widagdo mengatakan GDAD merupakan cara negara untuk merubah suatu kondisi melalui pembangunan berkelanjutan. “Caranya dapat kita lakukan dengan merubah karakter masyarakat, memperbaiki perekonomian, dan merubah kebudayaan agar masyarakat tidak menyia-nyiakan waktu dan kesehatan,” pungkas Hendrajid.
Senada dengan itu, Kepala BNN Kabupaten Gayo Lues Fauzul Iman menambahkan
hampir setiap akhir pekan Agusen ramai didatangi wisatawan lokal. “Kita berharap nanti ada ketentuan kalau wisatawan mau mandi mereka harus pakai sabun yang kita produksi,” tandasnya.
Umumnya wisatawan datang untuk menikmati alam, mandi di sungai atau secangkir kopi. Tiap minggu sekitar 500 wisatawan lokal datang ke Agusen. Jumlah ini akan bertambah hingga ribuan di hari-hari khusus seperti _meugang_ atau ritual mandi di sungai menyambut bulan Ramadhan.
Melalui pelatihan ini masyarakat berharap ke depan dapat membawa perubahan yang lebih baik bagi kehidupan mereka dan keluarga. Satu hal yang patut diapresiasi, masyarakat setempat tidak semata mementingkan sisi pribadi namun juga berupaya hidup selaras dengan alam melalui pembuatan produk ramah lingkungan.
BIRO HUMAS DAN PROTOKOL BNN
Instagram: @infobnn_ri
Twitter. :@infobnn
Facebook Fan page : @humas.bnn
YouTube: Humasnewsbnn
#Bersinar
#Stopnarkoba