
Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama (Hukker) Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI), Agus Irianto, menerima kunjungan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (UNDIP), di Ruang Muh. Hatta-BNN, Cawang, Jakarta Timur, pada Selasa (3/6). Dalam kesempatan tersebut, Agus Irianto, yang juga alumnus Universitas Indonesia dan University of Birmingham, menyampaikan paparan bertajuk “Tantangan Hukum dalam Penindakan Kasus Narkotika dan Peredaran Narkotika”.
Agus Irianto mengawali presentasinya dengan menjelaskan kompleksitas masalah narkotika menggunakan Teori Gunung Es (Iceberg Theory). Ia menekankan bahwa kasus yang muncul di permukaan hanyalah sebagian kecil dari masalah yang lebih besar, yang mencakup pola dan tren, struktur sistemik, hingga model mental yang memungkinkan situasi tersebut bertahan. Lebih lanjut, djelaskannya bahwa kejahatan narkotika disebabkan oleh adanya pemasok, pengguna, kerentanan wilayah, niat, kemampuan, dan kesempatan untuk bertindak.
Dalam paparannya, Deputi Hukker BNN RI juga menyampaikan data prevalensi penyalahgunaan narkoba tahun 2023 yang mencapai 1,73% atau sekitar 3,33 juta jiwa, dengan angka kekambuhan (relapse) lebih dari 70%. Indonesia juga menghadapi tantangan serius dari penyelundupan narkoba melalui jalur laut dan darat, serta jaringan internasional yang berasal dari berbagai negara seperti Malaysia, Thailand, Myanmar, dan Tiongkok.
“Ancaman lainnya adalah munculnya New Psychoactive Substances (NPS), di mana dari 1.342 jenis yang teridentifikasi secara global, 97 jenis telah beredar di Indonesia, dengan 6 di antaranya belum diatur dalam regulasi,” tambahnya.
Menghadapi tantangan tersebut, BNN mengedepankan berbagai kebijakan dan strategi komprehensif yang selaras dengan Asta Cita Presiden Prabowo, khususnya pada cita ketujuh, yaitu memperkuat pencegahan dan pemberantasan narkoba. Agus Irianto juga menegaskan kembali perhatian Presiden terhadap dampak buruk narkoba bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia.
BNN menerapkan strategi melalui pendekatan preemptive, preventive, repressive, dan rehabilitatif yang diwujudkan melalui penguatan kolaborasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN), penguatan intelijen P4GN dengan membangun big data dan intensifikasi surveilans, penguatan wilayah pesisir dan perbatasan negara (termasuk 10 titik wilayah prioritas pengawasan), serta kerja sama dengan negara perbatasan. Kolaborasi intelijen juga dijalin dengan TNI, BIN, Polri, Kejaksaan, Imigrasi, Bea dan Cukai, serta BPOM.
“Program tematik seperti Desa Bersinar dan Intervensi Berbasis Masyarakat (IBM) menjadi ikon BNN dalam penanganan narkotika. Moral standing Kepala BNN RI juga ditekankan, yakni represif terhadap sindikat narkoba dan humanis terhadap penyalahguna,” jelasnya.
Paparan juga menyajikan data pengungkapan kasus tahun 2024 yang signifikan, meliputi 46.747 kasus dengan 61.452 tersangka, serta barang bukti berupa 7,65 ton sabu, lebih dari 4,5 juta butir MDMA, dan 44,73 ton ganja. Pengungkapan jaringan sindikat narkotika, baik nasional maupun internasional, terus dilakukan secara intensif sepanjang tahun 2024 dan berlanjut pada tahun 2025.
Kunjungan dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini merupakan bagian dari upaya BNN untuk memberikan pemahaman dan edukasi kepada kalangan akademisi mengenai tantangan hukum dan upaya pemberantasan narkotika di Indonesia. Pertemuan ini diharapkan dapat menjembatani aspek teoretis ilmu hukum dengan praktik penegakan hukum di lapangan.
#indonesiabersinar
#indonesiadrugfree
BIRO HUMAS DAN PROTOKOL BNN