
Tingginya angka prevalensi penyalahgunaan narkoba berbanding lurus dengan meningkatnya kebutuhan layanan rehabilitasi, termasuk tuntutan akan aksesibilitas yang lebih merata dan berkualitas. Untuk memastikan kapabilitas lembaga rehabilitasi dalam memberikan layanan yang bermutu dan memenuhi standar, Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai leading institution dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) menginisiasi pengukuran Indeks Kapabilitas Rehabilitasi (IKR) yang menjadi acuan bagi lembaga penyelenggara rehabilitasi narkoba, baik milik pemerintah maupun komponen masyarakat.
Melalui Deputi Bidang Rehabilitasi, BNN merumuskan konsepsi ukuran keberhasilan peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi sekaligus mengembangkan alat ukur melalui pengukuran IKR.
Hasil pengukuran IKR, yang telah dilaksanakan sejak tahun 2021 dan terus mengalami penyempurnaan, digunakan sebagai salah satu aspek pemenuhan SNI pada lembaga-lembaga rehabilitasi, khususnya yang bermitra dengan BNN.
Deputi Rehabilitasi BNN RI, dr. Bina Ampera Bukit M Kes menyampaikan bahwa pengukuran IKR merupakan implementasi dari upaya peningkatan kapabilitas penyelenggaraan rehabilitasi narkoba. Beliau menegaskan bahwa IKR merupakan jawaban atas amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), khususnya terkait tugas peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi, baik medis maupun sosial. Hal tersebut disampaikannya dalam Rapat Seminar Hasil IKR Tahun 2025, yang diselenggarakan secara hybrid dan terpusat di Gedung Cawang Kencana, Jakarta Timur, pada Selasa (9/12), oleh Direktorat Pasca Rehabilitasi Deputi Bidang Rehabilitasi BNN.
Sementara itu, Direktur Pasca Rehabilitasi BNN, Rose Iptriwulandhani S Psi MM dalam kesempatan yang sama menjelaskan bahwa pelaksanaan IKR tahun 2025 menjadi lebih lengkap dengan bergabungnya Kementerian Sosial sebagai partisipan. Beliau menyampaikan bahwa pengukuran IKR diikuti oleh 425 partisipan, yang terdiri dari 215 lembaga rehabilitasi BNN, 106 UPT Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, 48 IPWL Kementerian Kesehatan, 4 UPT Kementerian Sosial, serta 52 Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat (LRKM) mitra BNN.
Lebih lanjut, Direktur Pasca Rehabilitasi menjelaskan bahwa tujuan utama pengukuran IKR adalah menilai sejauh mana lembaga rehabilitasi mencapai target layanan serta mengidentifikasi kebutuhan perbaikan dalam pelaksanaan program. Selain itu, pengukuran IKR dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dan kekurangan program rehabilitasi narkoba, sekaligus memastikan bahwa klien memperoleh layanan yang efektif, berkelanjutan, dan sesuai standar.
Adapun hasil pengukuran IKR Nasional Tahun 2025 memperoleh skor 3,39. Sementara itu, skor IKR Nasional per variabel adalah sebagai berikut: variabel ketersediaan 3,26, variabel aksesibilitas 3,53, variabel akseptabilitas 3,54, variabel kualitas 3,33, serta variabel kontinuitas 3,55. Selain hasil nasional, rapat ini juga memaparkan capaian IKR masing-masing kementerian/lembaga partisipan. Support statement utk pelaksanaa IKR juga disampaikan langsung oleh Direktur Pelayanan kesehatan kelompok rentan Kemenkes RI, Direktur Perawatan dan Kesehatan kementrian Imigrasi dan Pemasyrakatan RI, serta Direktur Korban Bencana dan Kedaruratan , Ditjen Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial RI, mengapresiasi pengukuran IKR yang diinisiasi BNN, karena hasil tersebut dapat menjadi rekomendasi untuk perbaikan dan peningkatan kualitas layanan rehabilitasi pada tahun mendatang.
BNN berharap hasil pengukuran IKR ini dapat menjadi peta jalan bagi penguatan mutu layanan rehabilitasi secara nasional. Selain itu, indeks ini juga menjadi pedoman strategis yang menggambarkan tantangan yang perlu diatasi, peluang yang dapat dimanfaatkan, serta langkah-langkah strategis yang harus ditempuh untuk mewujudkan layanan rehabilitasi yang lebih inklusif, efektif, dan berkelanjutan.
#warondrugsforhumanity
BIRO HUMAS DAN PROTOKOL BNN













