Skip to main content
Berita UtamaBerita SatkerBidang Hukum dan Kerjasama

BNN SINERGIKAN SARAN MASUKAN REVISI UU NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DI BUMI SERAMBI MEKAH ACEH

BNN SINERGIKAN SARAN MASUKAN REVISI UU NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DI BUMI SERAMBI MEKAH ACEH
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba 

Direktorat Hukum Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama Badan Narkotika Nasional (BNN) menggelar kegiatan audiensi dalam rangka mengumpulkan saran dan masukan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Narkotika dan Psikotropika. Kegiatan berlangsung di Auditorium Gedung Landmark BSI, Banda Aceh, Provinsi Aceh, pada Kamis (10/7).

Acara secara resmi dibuka oleh Kepala BNN Provinsi Aceh, Brigjen Pol Drs. Marzuki Ali Basyah, M.M., dan dimoderatori oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M) BNN Provinsi Aceh. Turut hadir sebagai narasumber utama, Deputi Hukum dan Kerja Sama BNN RI, Drs. Agus Irianto, S.H., M.Si., M.H., Ph.D., perwakilan Universitas Syiah Kuala, Mahfud, S.H., L.L.M., serta Koordinator Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Aceh, Isbani, S.H., M.H.

Selain dari pihak BNN dan BNN Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Aceh, kegiatan ini juga dihadiri oleh perwakilan Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri Aceh, hingga kalangan advokat.

Deputi Hukum dan Kerja Sama BNN RI mengatakan bahwa RUU Narkotika dan Psikotropika ditargetkan rampung pada tahun ini sebelum diberlakukannya KUHP dan KUHAP yang baru. Oleh karenanya audiensi ini dipandang perlu dilakukan guna menghimpun berbagai saran dan masukan untuk menyempurnakan substansi RUU yang saat ini sedang dalam tahap penyusunan.

Baca juga:  Penyusunan Laporan Aplikasi PP 39 Tahun 2006 Triwulan II TA 2012

Pada kesempatan tersebut, Deputi Hukum dan Kerja Sama juga menyampaikan beberapa sejumlah isu krusial, seperti tidak adanya ruang untuk pendekatan restorative justice dalam tindak pidana narkotika, ketidaksesuaian konsep penyidikan dalam KUHAP dengan peran BNN sebagai penyidik khusus, pentingnya memasukkan konsep undercover buy dan control delivery dalam RUU, masih banyaknya New Psychoactive Substances (NPS) yang belum diatur, usulan penetapan ambang batas untuk pemakaian sehari, peran penting Tim Asesmen Terpadu (TAT) dalam membedakan pecandu dan penyalahguna, serta pentingnya kerja sama antar instansi sebagai bentuk penguatan peran koordinatif BNN.

Sementara itu, perwakilan dari Universitas Syiah Kuala, menyoroti bahwa UU Narkotika merupakan regulasi multidisiplin dan unik, serta mengkritisi upaya legalisasi ganja yang dianggap dapat menyesatkan persepsi publik. Ia juga menyebutkan bahwa dalam praktiknya, rehabilitasi masih kalah dengan vonis pidana penjara, ditambah lagi adanya diskriminasi terhadap pengguna yang memilih jalur rehabilitasi sosial.

Di kesempatan yang sama, pihak perwakilan Kejaksaan Tinggi Aceh, menekankan tren peningkatan kasus tindak pidana narkotika dari tahun ke tahun. Mereka menggarisbawahi adanya multitafsir pada Pasal-Pasal seperti 111, 112, 127, dan 132, serta perlunya penegasan mengenai pelaksanaan undercover buy. Dalam audiensi, Kejaksaan Tinggi Aceh juga mengusulkan agar dalam Pasal 91 dicantumkan kewenangan Kepala Kejaksaan Tinggi dalam wilayah hukumnya.

Baca juga:  BNN GELAR RAPAT PLENO UJI SERTIFIKASI, WUJUDKAN SDM REHABILITASI YANG KOMPETEN DAN BERKUALITAS

Dari audiensi yang digelar BNN ini, diperoleh sejumlah rekomendasi penting, yaitu perlunya penggabungan antara UU Narkotika dan UU Psikotropika agar lebih komprehensif. Selain itu, diperlukan keseragaman tafsir dan tindakan hukum oleh aparat penegak hukum (APH) agar hakim memiliki landasan yang kuat dalam memutus perkara.

Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi forum strategis guna menyelaraskan pemikiran antar pemangku kepentingan dalam mendukung kebijakan nasional pemberantasan narkotika secara tepat, adil, dan manusiawi.

#indonesiabersinar
#indonesiadrugfree
BIRO HUMAS DAN PROTOKOL BNN

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel