
Sejak Indonesia dinyatakan merdeka, hukum pidana di negeri ini masih bergantung pada kodifikasi hukum masa kolonial. Faktanya, hukum yang bersumber dari kolonial Belanda, yaitu Wetboek van Strafrecht vood Nederlands-Indie tidak lagi relevan dengan nilai-nilai dan kebutuhan bangsa Indonesia. Oleh karena itulah, dengan proses yang begitu panjang, pemerintah telah merampungkan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, yang kini terus disosialisasikan untuk disempurnakan.
Untuk menyerap berbagai aspirasi dan perspektif baru dalam rangka penyempurnaan KUHP, Kantor Staf Presiden RI menggelar rangkaian kegiatan Dialog Publik RUU KUHP di belasan kota di Indonesia. Kali ini, dialog publik RUU KUHP digelar di Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/9). Dalam kegiatan tersebut, Plt. Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama BNN RI, Susanto, S.H.,M.H. turut hadir melalui daring.
Dialog ini dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Prof. Dr. Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P. Dalam sambutannya, Menkopolhukam mengatakan bahwa hukum itu berubah jika masyarakatnya berubah. Artinya, undang-undang kolonial itu harus diubah karena rakyat Indonesia sudah merdeka. Menurutnya, ide pergantian hukum pidana sudah dimulai pada tahun 1963. Meski sempat akan diundangkan pada tahun 2017, dan 2019 namun atas arahan Presiden, maka RUU KUHP ini masih perlu untuk disempurnakan melalui sosialisasi yang masif sehingga masyarakat dapat memberikan kontribusi pemikirannya.
“KUHP harus disosialisasikan terus, karena ini adalah kebutuhan masyarakat. Bahwa masyarakat harus dianggap tahu dan terikat, dan diajak diskusi,” imbuh Menkopolhukam.
Dalam diskusi pada hari ini, tiga narasumber yang hadir antara lain Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., Wakil Menteri Hukum dan Ham RI, Dr. Surastini Fitriasih, S.H.M.H, akademisi Universitas Indonesia dan Dr. I Gede Widhiana Suarda,S.H., Akademisi Universitas Jember.
Melalui kesempatan kali ini, Wamenkumham, Prof. Dr. Edward menyampaikan bahwa aliran hukum klasik yang ada selama ini sudah tidak up to date. Dalam era disrupsi seperti ini diperlukan modernisasi yang mengacu pada paradigma hukum yang baru yaitu keadilan korektif, restorative, dan rehabilitatif.
Dalam dinamikanya, penyusunan RUU KUHP bukan hal yang mudah. Tantangan terberat yang dihadapi adalah mencari titik tengah, mengecilkan perbedaan diantara aneka ragam usulan, masukan, dan aspirasi yang ada.
Biro Humas Dan Protokol BNN
Instagram: @infobnn_ri
Twitter. : @infobnn
Facebook Fan page : @humas.bnn
YouTube: Humasnewsbnn